BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh harapan besar terhadap pendidikan dalam perkembangan masa depan bangsa ini, karena dari sanalah tunas muda harapan bangsa sebagai generasi penerus dibentuk.
Meski diakui bahwa pendidikan adalah investasi besar jangka panjang yang harus ditata, disiapkan dan diberikan sarana maupun prasarananya dalam arti modal material yang cukup besar, tetapi sampai saat ini Indonesia masih berkutat pada problematika (permasalahan) klasik dalam hal ini yaitu kualitas pendidikan. Rendahnya kualitas pendidikan suatu bangsa akan berimplikasi pada rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) warga masyarakatnya. Menurut data yang dipublikasikan oleh United Nations Development Programme (UNDP) yang diberi judul Human Development Report, 1996, kualitas SDM kita sangat memprihatinkan. Dalam laporan tersebut Indonesia berada pada peringkat 102, jauh dibawah negara-negara anggota ASEAN seperti Singapura (34), Brunei Darusalam (36), Thailand (52) dan Malaysia (53).
Problematika ini setelah dicoba untuk dicari akar permasalahannya adalah bagaikan sebuah mata rantai yang melingkar dan tidak tahu darimana mesti harus diawali. Kendati kurang lebih 13 tahun telah berlalu sejak data diatas terungkap, kondisi pendidikan Indonesia masih tetap memprihatinkan. Pendidikan di Indonesia sekarang ini dapat diibaratkan seperti mobil tua yang mesinnya rewel dan sedang melintasi jalur lalu lintas di jalan bebas hambatan. Betapa tidak, pada satu sisi dunia pendidikan di Indonesia saat ini dirundung masalah yang besar dan pada sisi lain tantangan menghadapi milenium ketiga semakin besar.
Dari aspek kualitas, pendidikan kita memang sungguh sangat memprihatinkan dibandingkan dengan kualitas pendidikan bangsa lain. Dari segi pengajaran, hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran berbagai bidang studi (khususnya bidang studi IPA) di Sekolah Dasar terbukti selalu kurang memuaskan berbagai pihak. Hal tersebut disebabkan oleh tiga hal. Pertama, proses/hasil kerja lembaga pendidikan tidak cocok/pas dengan kenyataan kehidupan yang diarungi oleh siswa. Kedua, pandangan-pandangan dan temuan-temuan kajian (yang baru) dari berbagai bidang tentang pembelajaran dan pengajaran tidak cocok lagi. Ketiga, berbagai permasalahan dan kenyataan negatif tentang hasil pengajaran dan pembelajaran di sekolah.
Terkait dengan mutu pendidikan khususnya pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) sampai saat ini masih jauh dari apa yang kita harapkan. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas riil di lapangan (SDN 004 Tarakan) kegiatan belajar mengajar di sekolah pada umumnya cenderung monoton dan tidak menarik, sehingga beberapa pelajaran ditakuti dan selalu dianggap sulit oleh siswa, termasuk didalamnya adalah IPA atau Sains. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hal, diantaranya; adanya korelasi positif dengan perolehan NEM pelajaran tersebut yang selalu menempati urutan terendah. Selain itu, motivasi anak dalam belajar IPA menjadi rendah dikarenakan model pembelajaran pembelajaran yang tidak menarik (ceramah).
Beberapa penyebab lainnnya adalah pembelajaran di sekolah khususnya, sains lebih menekankan pada aspek kognitif saja dengan menggunakan hafalan dalam upaya menguasai ilmu pengetahuan, bukan mengembangkan keterampilan berpikir siswa, mengembangkan aktualisasi konsep dengan diimbangi pengalaman konkret dan aktivitas bereksperimen (Collete Chiapetta, dalam Zuhdan Prasetyo, 2007).
Dalam proses belajar siswa, tidak dipungkiri lagi bahwa pembelajaran IPA di Sekolah Dasar belum sesuai dengan yang diharapkan. Guru-guru di Sekolah Dasar kebanyakan belum memahami dengan benar bagaimana mengajar IPA dengan benar, dan bagaimana agar belajar IPA dilakukan dalam suasana menyenangkan. Berbagai macam keluhan dalam pembelajaran IPA di SD seperti; malas belajar, membosankan (jenuh), kurang bergairah, tidak menarik, dan keluhan-keluhan lain dari para siswa, adalah permasalahan mendasar yang harus segera diatasi. Dalam ilmu psikologi, gejala ini disebabkan oleh kurangnya motivasi belajar siswa. Hal demikianlah yang terjadi di SDN 004 Tarakan.
Atas dasar itu, tidak mengherankan dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia muncul berbagai falsafah dan metodologi pembelajaran yang dipandang baru meskipun sebenarnya sudah ada sebelumnya. Beberapa diantaranya adalah pembelajaran konstruktivis, pembelajaran kooperatif, pembelajaran terpadu, pembelajaran aktif, pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL), pembelajaran berbasis projek (project based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran interaksi dinamis, dan pembelajaran kuantum (quantum learning).
Dibandingkan dengan falsafah dan metodologi pembelajaran lainnya, falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum yang disebut terakhir tampak relatif lebih populer dan lebih banyak disambut gembira oleh pelbagai kalangan di Indonesia melalui seminar, pelatihan, dan penerapan tentangnya. Walaupun demikian, masih banyak pihak yang mengenali pembelajaran kuantum secara terbatas terutama terbatas pada bangun (konstruks) utamanya. Segi-segi kesejarahan, akar pandangan, dan keterbatasannya belum banyak dibahas orang. Ini berakibat belum dikenalinya pembelajaran kuantum secara utuh dan lengkap.
Model pembelajaran Quantum Teaching sebagai pengembangan dari Quantum Learning adalah sebuah pilihan tepat bagi guru SD guna menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalam belajar IPA. Lebih dari itu, model pembelajaran ini menjadikan pengajaran dan pembelajaran lebih menggairahkan. Penulis merasa yakin bahwa landasan teori model pembelajaran ini sangat cocok untuk diterapkan dalam proses pembelajaran IPA di SD. Lingkungan yang mendukung dan proses pembelajaran yang menyenangkan dan menggairahkan dapat menciptakan serta meningkatkan motivasi siswa SD untuk belajar IPA. Sehingga keluhan-keluhan seperti bosan, jenuh, kurang bergairah dan tidak menarik yang selama ini sering didengungkan dari siswa dalam proses pembelajaran IPA dapat teratasi melalui model pembelajaran ini.
Fakta di lapangan mengatakan bahwa, pembelajaran IPA di SD belum sesuai dengan yang diharapkan. Guru-guru di Sekolah Dasar kebanyakan belum memahami dengan benar bagaimana mengajar IPA dengan benar, dan bagaimana agar belajar IPA dilakukan dalam suasana menyenangkan. Berbagai macam keluhan dalam pembelajaran IPA di SD seperti; malas belajar, membosankan (jenuh), kurang bergairah, tidak menarik, dan keluhan-keluhan lain dari para siswa, adalah permasalahan mendasar yang harus segera diatasi. Dalam ilmu psikologi, gejala ini disebabkan oleh kurangnya motivasi belajar siswa.
Kenyataan yang seperti inilah yang mendasari akan pentingnya seorang guru melakukan suatu upaya agar siswa memiliki motivasi yang kuat dalam mempelajari IPA. Berkaitan dengan itu, model pembelajaran Quantum Teaching menjadi pilihan tepat bagi guru SD guna menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalam belajar IPA. Lebih dari itu, model pembelajaran Quantum Teaching menjadikan pengajaran dan pembelajaran lebih menggairahkan
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut di depan, maka rumusan permasalahan yang diajukan dalam proposal ini adalah :
Bagaimana upaya meningkatkan motivasi belajar kelas I SD 004 Tarakan dengan model pembelajaran Quantum Teaching dalam pelajaran IPA?
1.3. Pemecahan Masalah
Proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya berarti setiap kata, pikiran,tindakan, dan asosiasi dan sampai sejauh mana kita menggubah lingkungan, presentasi dan system pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung. Quantum Teaching adalah penggubahan belajar yang meriah dengan segala nuansanya. Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam linkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar. Asas utama Quantum Teaching bersandar pada konsep; Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka. Artinya bahwa pentingnya seorang guru untuk masuk ke dunia siswa sebagai langkah pertama dalam proses pembelajaran.
Penulis merasa yakin bahwa landasan teori model pembelajaran ini sangat cocok untuk diterapkan dalam proses pembelajaran IPA di SD. Lingkungan yang mendukung dan proses pembelejaran yang menyenangkan dan menggairahkan dapat menciptakan serta meningkatkan motivasi siswa SD untuk belajar IPA. Sehingga keluhan-keluhan seperti bosan, jenuh, kurang bergairah dan tidak menarik yang selama ini sering didengungkan dari siswa dalam proses pembelajaran IPA dapat teratasi melalui model pembelajaran ini.
a. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam proposal penelitian ini adalah :
“Melalui Model Pembelajaran Quantum Teaching” dapat meningkatkan motivasi belajar IPA bagi siswa SD
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar dan tingkat motivasi siswa kelas I SDN 004 Tarakan melalui pembelajaran Quantum Teaching. Selain itu juga meningkatkan prestasi belajar dan tingkat motivasi siswa kelas I SDN 004 Tarakan melalui ceramah.
1.5. Manfaat Penelitian
a. Bagi Guru
Metode Quantum Teaching dapat digunakan oleh para guru IPA untuk dapat meningkatkan prestasi dan motivasi pembelajaran IPA melalui kompetensi dasar.
b. Bagi siswa
Dapat meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa yang menyenangkan. Selain itu juga dapat meningkatkan prestasi siswa dalam belajar.
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Istilah IPA (sains)
Secara harfiah: ilmu pengetahuan alam adalah ilmu tentang alam dan peristiwa yang ada di dalamnya (Webster’s: New Lollegiate Dictionary, 1981). Carin (1985) mendefinisikan IPA sebagai sistem pengetahuan alam semesta melalui pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi dan eksperimen. Sementara itu Hungerford dan Volk (1990) mendefinisikan IPA sebagai :
1. Proses menguji informasi yang diperoleh melalui metode empiris,
2. Informasi yang diberikan oleh suatu proses yang menggunakan pelatihan yang dirancang secara logis, dan
3. Kombinasi antara proses berfikir kritis yang menghasilkan produk informasi yang sahih.
Pembelajaran IPA untuk anak-anak didefinisikan oleh Paolo & Marten (dalam Iskandar, 1996) sebagai: (1) mengamati apa yang terjadi, (2) mencoba memahami apa yang diamati, (3) mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, dan (4) menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Dengan demikian pengajaran IPA di kelas I SD sudah membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara ilmiah.
Secara umum, Prinsip Pembelajaran IPA Di SD adalah sebagai berikut.
1. Prinsip Motivasi : motivasi adalah daya dorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan. Motivasi ada yang berasal dari dalam atau intrinsik dan ada yang timbul akibat rangsangan dari luar atau ekstrinsik. Motivasi intrinsik akan mendorong rasa ingin tahu, keinginan mencoba, mandiri dan ingin maju.
2. Prinsip Latar : pada hakekatnya siswa telah memiliki pengetahuan awal. Oleh karena itu dalam pembelajaran guru perlu mengetahui pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman apa yang telah dimiliki siswa sehingga kegiatan belajar mengajar tidak berawal dari suatu kekosongan.
3. Prinsip Menemukan : pada dasarnya siswa memiliki rasa ingin tahu yang besar sehingga potensial untuk mencari guna menemukan sesuatu. Oleh karena itu bila diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi tersebut siswa akan merasa senang atau tidak bosan.
4. Prinsip Belajar Sambil Melakukan (learning by doing) : Pengalaman yang diperoleh melalui bekerja merupakan hasil belajar yang tidak mudah terlupakan. Oleh karena itu dalam proses belajar mengajar sebaiknya siswa diarahkan untuk melakukan kegiatan atau ”Learning by doing”
5. Prinsip Belajar sambil Bermain : bermain merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan suasana gembira dan menyenangkan, sehingga akan dapat mendorong siswa untuk melibatkan diri dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu dalam setiap pembelajaran perlu diciptakan suasana yang menyenangkan lewat kegiatan bermain yang kreatif.
6. Prinsip Hubungan Sosial : dalam beberapa hal kegiatan belajar akan lebih berhasil jika dikerjakan secara berkelompok. Dari kegiatan kelompok siswa tahu kekurangan dan kelebihannya sehingga tumbuh kesadaran perlunya interaksi dan kerja sama dengan orang lain.
Dari prinsip-prinsip tersebut di atas nampak bahwa semuanya dalam rangka menciptakan suasana pembelajaran yang membuat siswa senang sehingga mereka akan terlibat aktif dalam pembelajaran. Untuk menunjang penerapan prinsip-prinsip tersebut di atas guru dalam mengelola pembelajaran perlu :
1. Memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, karena belajar akan bermakna apabila berhubungan langsung pada permasalahan lingkungan sekitar siswa.
2. Menggunakan Media dan sumber belajar yang bervariasi dan sesuai dengan tahap perkembangan serta Kreatif menghadirkan alat bantu pembelajaran
3. Menyajikan kegiatan yang bervariasi sehingga tidak membuat siswa jenuh.
2.2 Motivasi
Memotivasi adalah salah satu prasarat yang amat penting dalam belajar.
1. Pengertian Motivasi (Motivation)
Motif berasal dari akar kata bahasa latin “movere” yang kemudian menjadi “motion” yang artinya gerak atau dorongan untuk bergerak. Jadi, motif merupakan daya dorong, daya gerak, atau penyebab seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan dengan tujuan tertentu. Hal ini sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Woodworth dan Marquis dalam bukunya Psychology, hlm. 337, yaitu motif adalah suatu sel yang menjadikan individu cendrung untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu dan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Pengertian lain dikemukakan oleh Arkinson, hlm. 314, yakni motivasi mengacu pada factor-faktor yang menggerakkan tingkah laku. Sartain dalam bukunya Psychology Understanding Of Human Behaviour mengatakan bahwa motif adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu orgasme yang mengarahkan tingkah laku.
2. Macam-macam Motivasi
Menurut sifatnya, motivasi dibedakan atas tiga macam (Prof. Dr. Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, 2003. hlm. 63), yaitu;
a. Motivasi Takut (fear motivation)
Artinya, individu melakukan kegiatan karena takut.
b. Motivasi insentif (incentive motivation)
Individu melakukan suatu perbuatan untuk mendapatkan sesuatu insentif (hadiah, penghargaan, penghargaan, tanda jasa, kenaikan pangkat, dan sebagainya).
c. Sikap (attitude motivation atau self motivation)
Motivasi ini lebih bersifat intrinsic, muncul dari dalam individu. Seseorang yang memiliki sifat yang positif terhadap sesuatu akan menunjukan motivasi yang besar terhadap hal tersebut. Motivasi ini dating dari dirinya sendiri karena adanya rasa senang atau suka serta factor-faktor subyektif lainnya.
3. Fungsi dan Tujuan Motivasi
Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar, menurut Cecco, 168. hlm. 159 (Abd. Rachman, Psikologi Pendidikan, 1989 hlm. 155), ada empat fungsi motivasi;
a. Fungsi membangkitkan (Arousal function)
b. Fungsi harapan (exepectancy function)
c. Fungsi insentif (incentive function)
d. Fungsi disiplin (disciplinary function)
Sedangkan tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau mengacu para siswanya agar timbul keinginan atau kemauan untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah.
2.3 Belajar
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responya menjadi lebih baik dan sebaliknya bila tidak belajar responya menjadi menurun. Sedangkan menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapasitas baru (Dimyati, 2002-10). Sedangkan menurut kamus umum bahasa Indonesia belajar diartikan berusaha (berlatih dsb) supaya mendapat suatu kepandaian ( Purwadarminta : 109 )
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan diadakan di SD 004 Tarakan. Alasan mengambil lokasi atau tempat ini dengan pertimbangan; sekolah tersebut mudah dijangkau peneliti, relasi yang cukup baik dengan pihak sekolah, sehingga memudahkan dalam mencari data, peluang waktu yang luas dan subyek penelitian yang sangat sesuai dengan target peneliti.
3.2 Subjek penelitian
Subyek dalam peniltian ini adalah siswa kelas IV SD 004 Tarakan dengan jumlah siswa 32 orang (18 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki). Pertimbangan mengambil subyek penilitian tersebut adalah, dimana perkembangan siswa kelas I sangat cocok dengan metode Quantum Teaching dalam pembelajaran IPA. Selain itu kondisi siswa kelas I SD 004 Tarakan yang berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda dan memiliki karakteristik yang berbeda pula.
3.3 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan kami lakukan Selama tiga bulan yakni pada bulan April, Mei sampai Juni 2011
3.4 Disain Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan secara bersiklus dengan tindakan yang dilakukan terhadap atau beranjak dari kondisi awal. Langkah-langkah yang akan kami lakukan adalah, sebagai berikut:
1. Planning
Dalam hal ini dijabarkan dalam bentuk perencanaan (rencana) guru sebelum melakukan suatu tindakan. Rencana ini meliputi;
a. Tujuan yang akan dicapai dalam proses kegiatan belajar IPA
b. Kegiatan yang akan dilakukan dalam proses kegiatan belajar IPA
c. Menentukan metode yang ingin dipakai dengan mempertimbangkan kondisi siswa
d. Menyiapkan media dan perlengkapan yang diperlukan dalam kegiatan belajar
e. Menyiapkan materi yang akan diajarkan
2. Action
Merupakan pelaksanaan tindakan yangdilakukan untuk memotivasi siswa dalam belajar IPA. Upaya-upaya yang dilakukan guru untuk meningkatkan motivasi siswa dengan model pembelajaran Quantum Teaching meliputi;
a. Menjalin kebersamaan dan saling memahami.
b. Memberikan pengalaman kepada siswa dan memanfaatkan hasrat alami untuk menjelajah dunia tentang konsep IPA
c. Menanamkan hasrat alami siswa untuk memberikan identitas mengurutkan, mengidentifikasi materi yang dipelajari siswa.
d. Memberikan peluang untuk menterjemahkan dan menerapkan pengetahuan mereka kedalam pembelajar yang lain ke dalam kehidupan mereka.
e. Menguatkan koreksi siswa dalam bentuk pengulangan sehingga mereka benar-benar memahami konsep-konsep yang baru mereka pelajari.
f. Merayakan atas apa yang mereka lakukan setelah mereka belajar.
3. Observation
Observasi ini dilakukan terhadap proses maupun hasil dari tindakan yang dilakukan guru terhadap pengaruh yang diperoleh dari hasil / tindakan alat ukur, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Dalam penelitian ini, alat ukur yang digunakan peneliti adalah berupa angket, yang penyusunannya telah terlampir.
4. Reflection
Refleksi hasil dari tindakan baru dapat kita peroleh setelah kita melakukan pengukuran terhadap proses maupun hasil dan tindakan kita. Dari hasil pengukuran itu kita peroleh suatu gambaran tentang seberapa besar pengaruh tindakan kita untuk meningkatkan motivasi siswa khususnya dalam belajar IPA. Selain itu kita juga akan dapat menemukan suatu kekurangan-kekurangan yang ada dan memperoleh poin-poin penting tentang unsur-unsur penting yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan. Dengan demikian, kita dapat melakukan suatu tindakan yang akan kita lakukan pada siklus kedua, dan selanjutnya sampai benar-benar kita nanti akan memperoleh hasil yang maksimal dari tindakan atau usaha untuk meningkatakan motivasi siswa.
X. JADWAL PENELITIAN
Tabel 1. Jadwal Penelitian
No | Jenis Kegiatan | Bulan | ||||||||||||||
Juli | Agustus | September | ||||||||||||||
1. | Persiapan | 1 | 2 | 3 | 4 | 1 | 2 | 3 | 4 | 1 | 2 | 3 | 4 | |||
Menyusun konsep pelaksanaan | X | |||||||||||||||
Menyusun instrumen | X | |||||||||||||||
Menyusun LKS | X | |||||||||||||||
Menyusun strategi penelitian | X | |||||||||||||||
2. | Pelaksanaan | |||||||||||||||
Menyiapkan kelas dan alat | X | |||||||||||||||
Melakukan tindakan Siklus I | X | X | ||||||||||||||
Melakukan tindakan siklus II | X | X | ||||||||||||||
3. | Penyusunan laporan | |||||||||||||||
Menyusun konsep laporan | X | |||||||||||||||
mendiskusikan hasil penelitian | X | |||||||||||||||
Perbaikan laporan | X | |||||||||||||||
Penggandaan dan pengiriman hasil | X | |||||||||||||||
0 komentar:
Posting Komentar