BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi bagi manusia. Melalui bahasa, manusia dapat berinteraksi dan dapat saling mengenal antarsatu dengan yang lain. Tanpa bahasa, manusia tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai alat komunikasi, bahasa dapat disampaikan baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa lisan disampaikan secara langsung sehingga penutur dan mitra tutur saling memahami apa yang dibicarakan, sedangkan bahasa tulis disampaikan secara tertulis oleh penutur kepada mitra tutur.
Bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa yang memiliki keanekaragaman suku, budaya dan bahasa. Salah satunya adalah bahasa daerah, bahasa daerah selalu hidup berdampingan dengan bahasa Indonesia yang selalu saling  mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Karena hubungan yang erat antara keduanya ini, bahasa daerah harus dikaji untuk mengetahui perkembangan sistemnya. Dengan mengetahui perkembangan sistem bahasa daerah, maka dapat ditentukan  sikap  terhadap sistem bahasa Indonesia terutama dalam perbedaan antara sistem yang baku/standar dan sistem tidak baku.
Sehubungan dengan kenyataan bahwa pentingnya fungsi bahasa daerah maka perlu diadakan penelitian yang mendasar secara sungguh-sungguh terhadap bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Dengan demikian, bahasa Tidung merupakan salah satu bahasa daerah yang sangat penting dan berpengaruh terhadap bahasa Indonesia serta  memberikan kontribusi yang cukup banyak untuk perkembangan bahasa Indonesia. Sama halnya dengan daerah yang lain, bahasa Tidung juga memiliki struktur kalimat, kosa kata atau unsur kebahasaan lainnya seperti ungkapan/pribahasa tradisional. Hal inilah menarik perhatian penulis untuk memahami ungkapan-ungkapan atau peribahasa-peribahasa yang terdapat dalam bahasa Tidung. Ungkapan tradisional adalah salah satu folklor lisan yang perlu dilestarikan, karena ungkapan-ungkapan tradisional ini banyak mengandung pengajaran-pengajaran, nilai-nilai sosial, budaya, ekonomi, religius, pandangan hidup, kepemimpinan, bahkan nilai-nilai politik. Ungkapan tradisional ini sering disebut dengan peribahasa, pepatah atau bidal yang  berfungsi sebagai nasihat, kritik, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku. Dalam peribahasa juga terkandung nilai-nilai kearifan, misalnya: rendah hati, sopan santun, tidak pamrih, tidak berputus asa, menjaga kehormatan, dan nilai gotong royong. Peribahasa merupakan unsur yang lazim terdapat dalam bahasa dan menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup dan berkembangnya bahasa.
Nilai-nilai yang terkandung dalam peribahasa merupakan kekayaan budaya yang perlu digali, dibangkitkan, dilestarikan, dan dipelihara sebagai identitas dan jati diri bangsa Indonesia. Peribahasa bahasa-bahasa daerah adalah wujud dari keanekaragaman budaya yang dapat berkontribusi positif untuk terciptanya kekuatan budaya nasional bangsa Indonesia. Peribahasa tradisional merupakan media pemerkaya budaya bangsa. Di tengah kenyataan bahwa hanya sebagian kecil orang Indonesia yang bisa bertutur dalam bahasa daerah lain selain bahasa daerahnya sendiri, pengetahuan atau pemahaman tentang ungkapan dari berbagai bahasa daerah di tanah air dapat memberikan andil positif untuk memahami manusia dan budaya mereka. Penggunaan ungkapan dalam berbagai aspek kehidupan manusia kerap menjadi pilihan penutur suatu bahasa dalam berinteraksi sehari-hari. Ungkapan digunakan sebagai pengayaan variasi komunikasi agar situasi tutur tidak monoton. Ungkapan dapat diidentifikasi mirip dengan bahasa figuratif, metafora atau analogi, berbeda dari bahasa biasa. Artinya, makna sebuah ungkapan sangat ditentukan oleh konteks situasi dan konteks sosial budaya penuturnya. Jadi yang menjadi objek penelitian penulis adalah Makna Ungkapan Tradisional dalam Bahasa Tidung.
B.    Alasan Pemilihan Judul
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis ingin mengemukakan alasan-alasan yang mendasari diangkatnya bahasa Tidung menjadi kajian.
Alasan-alasan itu sebagai berikut :
1.     Salah satu cara untuk mempertahankan dan menjaga budaya adat Tidung  khususnya ungkapan/peribahasa agar tetap eksis.
2.     Bahasa Tidung merupakan salah satu nilai-nilai kekayaan budaya yang hidup subur di Wilayah Negara Republik Indonesia, yang perlu digali, dibangkitkan, dilestarikan, dan dipelihara sebagai identitas dan jati diri bangsa Indonesia
3.     Ungkapan/Peribahasa Tidung  juga wujud dari keanekaragaman budaya kita yang dapat berkontribusi positif untuk terciptanya kekuatan budaya nasional bangsa Indonesia.
4.     Bahasa Tidung merupakan salah satu khazanah kebudayaan Indonesia yang kini hampir dilupakan oleh generasi muda.
5.     Sepengatahuan penulis, belum ada penelitian tentang makna ungkapan (peribahasa) dalam bahasa Tidung.
C.    Batasan Masalah
Untuk menghindari pengembangan uraian ini agar tidak menyimpang dari topik, dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi pada pembicaraan tentang  ungkapan tradisional dalam bahasa Tidung dan hubungannya dengan makna konotasi  agar penelitian ini terarah pada tujuan dan tidak menyimpang dari permasalahan. 
D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.     Bagaimana jenis ungkapan dalam bahasa Tidung.
2.     Bagaimana makna konotasi dalam ungkapan bahasa Tidung.
E.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah  Untuk menjelaskan tentang bagaimana makna Makna Ungkapan Tradisional  dalam Bahasa Tidung di Kelurahan Mamburungan Kecamatan Tarakan Timur.
F.     Manfaat Penelitian
Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu :
1.     Untuk kepentingan pengembangan Bahasa, sastra Indonesia dan daerah.
2.     Ungkapan tradisional adalah salah satu folklor lisan yang perlu dilestarikan, karena ungkapan-ungkapan tradisional ini banyak mengandung pengajaran-pengajaran,nilai-nilai sosial, budaya, ekonomi, religiositas, pandangan hidup, kepemimpinan, bahkan nilai-nilai politik, sehingga dapat diketahui hubungan folklor dengan ungkapan bahasa Tidung sangat berkaitan karena folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun.  Folklor bukan hanya milik golongan tertentu tetapi masing-masing suku di wilayah Indonesia memiliki folklor tersendiri salah satunya suku Tidung.
3.     Untuk menambah jumlah dokumentasi penelitian yang sudah ada yang berkaitan dengan bahasa yang bermakna kias.
4.     Memberikan informasi mengenai temuan penelitian tentang ungkapan makna konotasi dalam bahasa Tidung.
5.     Untuk  memberikan pesan-pesan, pengajaran-pengajaran, norma-norma, pendidikan dan cara berpikir positif di dalam hidup bermasyarakat.
G.   Penegasan Judul
Untuk menghindari adanya kesalahpahaman dalam menafsirkan sebuah kata, untuk itu penulis akan  menjelaskan secara singkat  kata-kata kunci yang ada di dalam judul penelitian ini yaitu “Makna Ungkapan Tradisional dalam Bahasa Tidung”


1.   Makna
Istilah ‘makna’ menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah arti atau maksud. Dengan kata lain, pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk penulisan dalam kebahasaan.
2.   Ungkapan/ Peribahasa
Menurut  Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Ungkapan/ peribahasa adalah kalimat atau kelompok perkataan yang tetap susunannya dan biasanya mengiaskan sesuatu maksud yang tertentu.
3.     Tradisional
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia tradisional adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang  teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun.
4.     Bahasa Tidung
         Bahasa Tidung adalah salah satu bahasa daerah yang dipakai sebagai alat komunikasi antara angggota masyarakat Tidung di Wilayah Timur bagian Utara khususnya di kota Tarakan.
H.    Sistematika Penulisan
Skripsi ini ditulis dalam lima bab yaitu Bab I Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan judul dan sistematika penulisan. Selanjutnya Bab II Landasan Teori terdiri atas bahasa Tidung , ungkapan tradisional,  makna makna konotasi. Bab III Metode Penelitian yang  terdiri atas pengertian metode, populasi dan sampel, waktu dan lokasi penelitian, data dan sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab IV Pembahasan  terdiri atas penyajian data, analisis data dan klasifikasi data. Bab V Penutup yang  terdiri atas kesimpulan dan saran.                                                                                                                                                                                                                                                                                
 
BAB II
LANDASAN TEORI
A.  Bahasa Tidung
Dalam pengembangan bahasa Indonesia, bahasa-bahasa daerah tertentu telah memberikan sumbangan yang tidak kecil, antara lain, dalam pengayaan kosa kata, istilah, dan ungkapan. Dalam hubungan ini, bahasa Tidung mungkin termasuk salah satu bahasa daerah yang dapat memberikan sumbangan.
Bahasa Tidung merupakan salah satu bahasa daerah yang dipakai sebagai alat komunikasi antaranggota masyarakat Tidung di wilayah Kalimantan Timur bagian Utara dan terus berkembang di Wilayah Indonesia. Bahasa Tidung juga mempuyai kemiripan dengan bahasa Indonesia baik dalam hal struktur kalimat maupun dalam hal kosa kata atau unsur kebahasaan lainnya.
Bahasa Tidung dialek Tarakan merupakan bahasa Tidung yang pertengahan karena dipahami oleh semua warga suku Tidung. Beberapa kata bahasa Tidung masih memiliki kesamaan dengan bahasa Kalimantan lainnya. Kemungkinan suku Tidung masih berkerabat dengan suku Dayak rumpun Murut (suku-suku Dayak yang ada di Sabah). Karena suku Tidung beragama Islam dan mengembangkan kerajaan Islam sehingga tidak dianggap sebagai suku Dayak, tetapi dikategorikan suku yang berbudaya Melayu (hukum adat Melayu) seperti suku Banjar, suku Kutai dan suku Pasir.
Bahasa Tidung termasuk dalam "Kelompok Bahasa Tidung" salah satu bagian dari Kelompok Bahasa Dayak Murut.
Kelompok bahasa Tidung terdiri dari :
  1. Bahasa Tidung
  2. Bahasa Bulungan
  3. Bahasa Kalabakan
  4. Bahasa Murut Sembakung
  5. Bahasa Murut Serudung
Persamaan kosakata bahasa Tidung dengan bahasa-bahasa Kalimantan lainnya, misalnya :
·       matonandow dalam bahasa Tidung sama dengan matanandau (bahasa Ngaju)  artinya matahari.
·       bubuan dalam bahasa Tidung sama dengan bubuhan (bahasa Banjar) artinya keluarga, kerabat.
  • taka dalam bahasa Tidung sama dengan takam (bahasa Maanyan) atau taka (bahasa Pasir) artinya kita.
B.  Fungsi Bahasa
Fungsi  bahasa secara tradisional dapat dikatakan sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi. Akan tetapi, fungsi bahasa tidak hanya semata-mata sebagai alat komunikasi melainkan sebagai  pemersatu perbagai suku bangsa di Indonesia. Bagi Sosiolinguistik konsep bahasa adalah alat yang fungsinya menyampaikan pikiran saja dianggap terlalu sempit.
Chaer (2004:15) berpendapat bahwa fungsi yang menjadi persoalan sosiolinguistik adalah dari segi penutur, pendengar, topik, kode dan amanat pembicaraan. Maksud dari pernyataan tersebut pada intinya bahwa fungsi bahasa akan berbeda apabila ditinjau dari sudut pandang yang berbeda sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Adapun penjelasan tentang fungsi-fungsi bahasa tersebut adalah sebagai berikut:
1.     Segi penutur
Dilihat dari segi penutur maka bahasa itu berfungsi personal atau pribadi. Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya, bukan hanya menyatakan sikap lewat bahasa tetapi juga memperlihatkan sikap itu sewaktu menyampaikan tuturannya, baik sedang marah, sedih, ataupun gembira.
2.     Segi pendengar
Dilihat dari segi pendengar maka bahasa itu berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Dalam hal ini, bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan  hal sesuai dengan keinginan si pembicara.
3.     Segi topik
Dilihat dari segi topik maka bahasa itu berfungsi referensial. Dalam hal ini bahasa itu berfungsi sebagai alat untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada di sekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya.
4.     Segi kode
Dilihat dari segi kode maka bahasa itu berfungsi metalingual atau metalinguistik, yaitu bahasa digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri, seperti pada saat mengajarkan tentang kaidah-kaidah atau aturan-aturan bahasa yang dijelaskan dengan menggunakan bahasa.
5.     Segi amanat
Dilihat dari segi amanat yang disampaikan maka bahasa itu berfungsi imaginatif, yakni bahasa itu dapat digunakan untuk  menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (baik sebenarnya maupun khayalan/rekaan). Fungsi imagi ini biasanya berbentuk karya sastra.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan tentang fungsi bahasa. Fungsi bahasa dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu segi penutur, segi pendengar, segi topik, segi kode dan segi amanat.
C.  Ungkapan Tradisional
Ungkapan tradisional adalah salah satu kajian folklor lisan yang perlu dilestarikan karena ungkapan-ungkapan tradisional ini banyak mengandung pengajaran-pengajaran, nasehat-nasehat, pendidikan, norma-norma yang berlaku didalam kehidupan bermasyarakat. Ungakapan tradisional ini sering disebut dengan peribahasa, pepatah atau bidal.
Pengertian ungkapan juga dijelaskan oleh Bertrand Russel. Ia mengatakan bahwa ungkapan adalah sebagai kebijakan orang banyak yang merupakan kecerdasan seseorang. Senada dengan itu, Carventes berpendapat bahwa ungkapan adalah kalimat pendek yang disarikan dari pengalaman panjang (dalam Danandjaja, 1986:28). Selanjutnya, ungkapan dapat juga diartikan sebagai suatu perkataan atau kelompok kata yang secara khusus digunakan untuk suatu maksud dengan arti kiasan yang dituturkan dengan selembut mungkin dan mudah dipahami. Mereka berpendapat bahwa ungkapan tradisional itu lahir dari pengalaman-pengalaman hidup seseorang dan diterjemahkan sebagai sesuatu yang memiliki nilai dalam pandangan dan pikiran, selanjutnya mampu mentransformasikan (ditularkan) kepada orang lain. Transformasi yang tradisional mewujudkan bahwa ungkapan itu juga kemudian bersifat tradisional yang pada gilirannya dimiliki oleh generasi berikutnya. Dari beberapa uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa ungkapan tradisional adalah perkataan yang menyatakan suatu makna atau maksud tertentu dengan bahasa kias yang mengandung nilai-nilai luhur (yang ada dalam masyarakat), moral dan etika, dan nilai-nilai pendidikan yang selalu berpegang teguh pada norma-norma yang berlaku di masyarakat, dan adat istiadat secara turun temurun dan dituturkan dengan kata-kata yang singkat namun mudah dipahami atau dimengerti.
Untuk memperdalam pemahaman tentang ungkapan tradisional, penulis akan menjelaskan sekilas bahwa ungkapan tradisional itu, dituturkan dalam bentuk bahasa lisan yang dipergunakan dalam pergaulan sehari-hari. Bentuk-bentuk ungkapan tradisional itu berupa: peribahasa, pepatah, pantun, ibarat, kata arif, dan mantera. Berikut akan penulis uraikan secara singkat tentang beberapa istilah tersebut. Peribahasa adalah hal atau keadaan yang dinyatakan dalam bahasa kias. Pepatah adalah kalimat-kalimat pendek yang berfungsi mematah sikap sombong atau tindakan yang jauh dari kenyataan. Selanjutnya pantun adalah kalimat yang terdiri dari dua baris yang berpola (bersajak) a-a yang masing-masing baris itu, merupakan sampiran dan isi. Ibarat adalah kata-kata perumpamaan yang seterang-terangnya melalui perbandingan dengan alam, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda lainnya. Sedangkan kata arif adalah kata-kata yang berisikan nasihat yang diyakini mengandung suatu kebenaran dan biasanya diucapkan oleh orang yang usianya lebih tua, dengan maksud agar yang dinasihati bisa bertaubat dan mau berbuat baik kepada orang lain terutama kedua orang tuanya. Mantera adalah perkataan atau kalimat (tertentu) yang diyakini mengandung sebuah kekuatan untuk mendatangkan hal-hal yang gaib atau keanehan-keanehan yang luar biasa.
D.  Makna Konotasi
Sebuah kata sering dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara harfiah dan kiasan. Konotasi adalah makna asosiatif, yaitu makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, serta kriteria tambahan yang diberikan pada sebuah makna leksikal. Jadi makna konotasi adalah makna tambahan, yaitu makna yang diluar makna sebenarnya atau makna kiasan. Dengan kata lain, makna konotasi adalah makna kata yang bertautan dengan nilai rasa. Kata gigi, misalnya, selain bermakna tulang keras dan kecil-kecil berwarna putih yang tumbuh tersusun berakar dari dalam gigi dan kegunaannya untuk mengunyah atau menggigit’ juga bermakna ‘kemampuan atau kebolehan’. Makna yang terakhir itu adalah makna tambahan, makna kiasan, dan atau makna yang bertauatan dengan nilai rasa (konotatif).